ESSEI (OPINI) : Mulutmu, Harimaumu
"Stigma itu bermula dari fitnah. Beliau tak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu setiap hari diulang-ulang; seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman, dusta yang terus menerus diulang akan jadi ‘kebenaran’.” Kerap kali kita mendengarnya di masjid-masjid, media sosial beliau, juga percakapan sehari-hari. Sangkaan itu menjadi bukan sangkaan. Namun, sudah menjadi kepastian,” – Goenawan Mohammad.
Dalam KBBI, stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Dalam tulisan Goenawan Mohammad yang berjudul “ Kasus Ahok” pada pilkada DKI 2017, disebabkan oleh stigma buruk masyarakat pada beliau. Padahal menurut Saya, memang Ahok-lah yang bersalah karena tidak menjaga lisan dan telah mencampuri urusan agama orang lain.
![]() |
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels |
Semua bermula pada 27 September 2016, Ahok melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Saat pidato di sana, Ahok mengutip surat Al-Maidah ayat 51.
“Kan
bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang)
pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu
merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak
apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu,” katanya.
Hal ini menjadi boomerang untuk Ahok, karena setelah pidato tersebut tersebar beliau
dituduh sebagai penista agama. Dilaporkannya kasus ini ke pengadilan, membuat Beliau
bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta
dengan beban lebih besar dibandingkan calon lainnya. Kata demi kata yang Ahok kemukakan memang sering menjadi
kontroversial. Namun, dalam
kasus ini beliau sudah memasuki wilayah yang bukan kekuasaanya.
Banyak dampak negatif yang diterima olehnya,
prestasi yang beliau dapat selama ini seakan sirna oleh satu kasus tersebut. Penolakan-penolakan kampanye Ahok mulai bermunculan di
daerah-daerah. Elektabilitas pasangan Ahok-Djarot pun menurun drastis. Peribahasa “Karena nila setitik,
rusak susu sebelanga” rasanya
pas sekali dengan kasusnya.
Proses panjang dan melelahkan selama
pilkada
DKI Jakarta
berujung kekalahan bagi Ahok. Tidak
berhenti disitu, beliau juga
dibaku hantam oleh
hasil persidangan. Hakim
menjatuhkan vonis 2 tahun penjara untuknya. Hingga pada
akhirnya, Ahok pun harus mundur dari jabatannya yang tersisa
selama 6 bulan lagi.
Setelah peristiwa ini, Ahok seharusnya belajar dalam
menjaga tutur lisannya.
Kata-kata yang menurutnya biasa
saja, belum tentu dianggap
sama oleh semua orang. Apalagi bila sudah menyangkut perihal agama orang lain. Ada
pepatah mengatakan “Mulutmu, Harimaumu”.
Komentar
Posting Komentar